Senin, 30 Desember 2013

Pola Makan Modern Picu Kanker Kolorektal

Seberapa tahukah Anda tentang kanker kolorektal? Istilah kanker kolorektal terkait dengan organ usus besar (kolon) dan usus pembuangan akhir (rektum). Kanker usus besar (kolon) dan usus pembuangan akhir memiliki banyak persamaan. Oleh sebab itu, seringkali secara bersama-sama disebut dengan kanker kolorektal.

Kanker ini merupakan jenis kanker terbesar ketiga dunia dari segi jumlah penderitanya. Kanker kolorektal juga merupakan penyebab kematian nomor dua du dunia, di mana faktor usia turut mempengaruhi.  Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan sekitar 700 ribu orang meninggal akibat kanker kolorektal setiap tahunnya.

Biasanya, risiko menderita kolorektal ini meningkat tajam setelah usia 50-55 tahun. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari kanker ini adalah dengan pola makan sehat.

Spesialis Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Fiastuti Witjaksono menyatakan, faktor pencegahan memegang peran penting dalam pengendalikan kanker kolorektal.  "Pencegahan akan lebih baik daripada mengobati," ungkapnya di Jakarta Rabu, (23/3/2011).

Menurutnya, salah satu pemicu utama terjadinya kanker kolorektal adalah kelebihan asupan makanan serta pola makan modern yang tinggi akan kadar lemak, garam, dan gula.

"Kolorektal erat kaitannya dengan makanan yang masuk dalam tubuh. Karena apa yang masuk akan melewati saluran pencernaan," jelasnya.

Setiap orang, jelas Fiastuti, memang memiliki kebutuhan yang berbeda. Namun pengaturan pola makan yang sehat perlu dilakukan untuk mencegah kanker yang mematikan ini.  Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari makanan berkolesterol tinggi seperti seafood (selain ikan), jerohan, dan kuning telur.

Selain pola makan tidak sehat, pemicu lainnya dari kanker kolorektal adalah minimnya asupan vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh. "Salah satu penyebab timbulnya penyakit keganasan adalah karena rendahnya asupan vitamin dan mineral," lanjut Fiastuti.

Deteksi dini 
Dr. Paulus Simadibrata Sp PD  ahli gastrohepatologi menyatakan kebanyakan kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas (adenoma), di mana pada stadium awal berbentuk polip (kutil).

Polip dapat diangkat dengan mudah namun seringkali tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker.
"Pendeteksian secara dini adalah salah satu cara pencegahan yang baik," ujar Dr. Paulus.

Perlu diketahui, kolorektal dapat menyebar keluar dari jaringan usus besar ke bagian tubuh lainnya dan dapat terjadi pada semua bagian usus besar.

Sejumlah faktor yang dapat memicu risiko kanker kolorektal, di antaranya adalah berat badan berlebih, konsumsi alkohol, konsumsi garam, kekurangan asam folat. Kanker ini juga dapat menyerang siapa saja tanpa terkecuali. Komposisi jumlah penderita pada pria dan wanita sama banyaknya.

Senin, 23 Desember 2013

Kenali Sariawan Gejala Kanker Mulut

Tahun 2012 ditutup dengan selipan cerita duka meninggalnya artis FTV, Cecilia Vickend.  Dara 26 tahun itu diserang kanker rongga mulut, dengan gejala awal sariawan yang tak kunjung sembuh. Bukan tak mungkin penyakit ini menyerang kita juga.

Menurut Kartika Dwiyani, dokter spesialis THT (SpTHT), pasien kanker rongga mulut bisa tidak menyadari kondisi yang dialami. “Pasien tidak mengeluh adanya nyeri,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, ada beberapa tanda yang sebenarnya menunjukkan bahwa seseorang sedang terserang kanker rongga mulut. Pada awalnya tentu ada lesi (merujuk pada keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh) pre-kanker. Misalnya, muncul  bercak putih di rongga mulut (leukoplakia), bercak merah di rongga mulut (eritroplakia) dan luka bergaung (ulkus) atau yang biasa dikenali orang awam sebagai sariawan. 

Sariawannya memiliki ciri: bagian tepinya keras saat diraba, bentuknya lebih tinggi dari bagian mulus sekitarnya, bagian dasarnya berbintil-bintil dan mengelupas, serta kadang-kadang mudah berdarah.

“Karena tidak mengalami nyeri, sering kali pasien datang ke dokter pada stadium kanker yang sudah lanjut,” ujar dokter lulusan Universitas Indonesia ini.

Karena itu, dia menyarankan jika mengalami tanda-tanda tersebut, sebaiknya pasien segera konsultasi ke dokter spesialis terkait. Bukan dokter umum. Sebab, kalau sekadar sariawan, sebenarnya bisa sembuh dalam kurun waktu 7-10 hari. Atau, bisa dengan pemberian obat, misalnya anti-peradangan. 

Dokter ini juga menjelaskan, ada dua penyebab datangnya kanker rongga mulut: faktor lokal, luar, serta pasien sendiri.

Faktor lokal itu meliputi kebersihan mulut. Ini berkaitan dengan frekuensi menyikat gigi dan perawatan gigi berlubang. Peradangan kronis dapat terjadi pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk. 

“Peradangan kronis yang terjadi di rongga mulut merupakan faktor risiko berkembangnya kanker rongga mulut,” tegasnya.

Untuk faktor luar, kata Kartika, faktor utamanya adalah kebiasaan merokok dan minum alkohol. Penelitian di Spanyol pada 2004, kutipnya, menyatakan bahwa perokok dan peminum alkohol memiliki risiko 50 kali lipat lebih tinggi untuk terjadinya kanker rongga mulut dibandingkan individu bukan perokok dan peminum alkohol.  

Mengapa bisa terjadi? Anggota Perhimpunan Ahli Ilmu Penyakit THT Indonesia ini menegaskan, tembakau yang terdapat dalam rokok mengandung sekitar 50 zat karsinogenik (zat yang merupakan penyebab kanker karena kemampuannya merusak metabolisme sel). Sedangkan alkohol berperan sebagai larutan yang dapat meningkatkan paparan mukosa terhadap zat karsinogenik. Ini menyebabkan masuknya zat penyebab kanker ke dalam mukosa rongga mulut.

“Zat dalam alkohol juga dapat menggangu metabolisme sel dalam tubuh, misalnya sel rongga mulut,” katanya. Bahkan, paparan sinar ultraviolet yang berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan sel, sehingga memicu kanker. 
Selain itu paparan sinar ultraviolet, faktor nutrisi juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker rongga mulut. Paparan sinar ultra violet berlebihan dapat menyebabkan kerusakan sel yang memicu terjadinya kanker.

Dari faktor luar ada juga yang disebut dengan infkesi HPV (human papilloma virus). Infeksi ini tidak bergejala dan dapat ditularkan melalui hubungan seksual atau melalui jalan lahir ibu terhadap bayinya. 

Individu yang terinfeksi HPV juga dapat sembuh sendiri tanpa menimbulkan gejala apapun. Human papilloma virus dapat menghasilkan protein yang dapat menggangu metabolisme sel normal, sehingga memicu terjadinya kanker. 

“Kanker rongga mulut yang berhubungan dengan infeksi HPV biasanya terjadi pada usia muda,” ungkap Kartika.

Sedangkan faktor dari dalam diri pasien yang menjadi risiko terjadinya kanker rongga mulut adalah faktor genetik atau keturunan. Dari segi usia, terjadinya kanker rongga mulut biasanya pada pasien berusia lebih dari 55 tahun.
“Namun ini dapat berubah, seiring bertambah banyaknya infeksi HPV tadi,” katanya.  

Lalu, bagaimana mengatasi ancaman ini?

Kartika memastikan bahwa tidak semua kasus kanker rongga mulut bisa dihindari. “Tapi kita bisa mengurangi faktor risiko penyebabnya,” ujarnya.

Salah satu caranya adalah menghindari konsumsi rokok dan alkohol. Kemudian, mengonsumsi makanan yang sehat, serta mengurangi paparan langsung terhadap sinar ultraviolet yang merupakan faktor risiko penyebab kanker.

Senin, 09 Desember 2013

Periksa Kotoran Cegah Kanker Kolorektal

Jangan anggap sepele munculnya bercak darah dalam feses saat buang air besar, demikian juga dengan perubahan pola konsistensi tinja dari keras menjadi encer yang diikuti dengan rasa sakit di perut. Boleh jadi ini merupakan gejala dari kanker kolorektal. 

"Normalnya tidak boleh ada darah dalam tinja. Begitu ditemukan ada darah, kita harus waspada. Ingatkan dokter untuk melakukan pemeriksaan," papar Dr.dr.Aru W Sudono, Sp.PD, KHOM, pakar kanker dari FKUI/RSCM Jakarta. 

Meski sebagian besar pemeriksaan menunjukkan darah dalam tinja merupakan tanda hemoroid (wasir), namun tidak ada salahnya melakukan pemeriksaan colok dubur. "Lebih baik waspada tapi terhindar dari kemoterapi yang mahal dan menguras fisik dan psikis," kata dr.Aru.

Gejala kanker kolorektal antara lain perubahan kebiasaan pada buang air besar (BAB), yang meliputi frekuensi dan konsistensi tanpa sebab yang jelas dan berlangsung lebih dari enam minggu, terdapat darah dalam tinja, nyeri perut di bagian belakang, penurunan berat badan, dan rasa penuh meski sudah BAB.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit kanker ini adalah pemeriksaan klinis (riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik), pemeriksan rektal dengan jari, serta pemeriksan laboratorium (memeriksa tinja) dan kolonoskopi.

Pemeriksaan kolonoskopi dilakukan dengan memasukkan pipa lentur yang dilengkapi kamera dan jarum biopsi ke dalam rektum untuk melihat selaput lendir usus besar. "Bagian yang mencurigakan, misalnya polip, akan diambil dan dibiopsi," papar dr.Aru. Pengambilan polip akan mencegah kanker berkembang.

Menurut pengakuan dr.Aru, ia sendiri pernah melakukan pemeriksaan kolonoskopi dan ditemukan adanya polip. "Waktu itu diketahui kalau polip itu sudah tahap pra-kanker. Bila tidak ditemukan, mungkin dalam dua atau tiga tahun sudah berkembang jadi kanker," ujarnya.

Kanker kolon merupakan penyakit yang perjalanannya lambat, karena itu masyarakat dianjurkan untuk melakukan deteksi dini, khususnya pada kelompok risiko tinggi, misalnya berusia lebih dari 50 tahun dan memiliki riwayat keluarga menderita kanker. "Di usia 50-an, biasanya mulai muncul tanda-tanda kanker," jelas dr.Aru.

Bila kanker ditemukan dalam stadium satu, dalam lima tahun risiko pasien untuk bertahan hidup mencapai 90 persen. Sedangkan pada stadium lanjut (stadium 4), kemungkinan untuk hidup tinggal lima persen. "Kebanyakan pasien di Indonesia baru datang saat stadium tiga yang angka survivalnya sekitar 30-60 persen," katanya.