Senin, 30 Desember 2013

Pola Makan Modern Picu Kanker Kolorektal

Seberapa tahukah Anda tentang kanker kolorektal? Istilah kanker kolorektal terkait dengan organ usus besar (kolon) dan usus pembuangan akhir (rektum). Kanker usus besar (kolon) dan usus pembuangan akhir memiliki banyak persamaan. Oleh sebab itu, seringkali secara bersama-sama disebut dengan kanker kolorektal.

Kanker ini merupakan jenis kanker terbesar ketiga dunia dari segi jumlah penderitanya. Kanker kolorektal juga merupakan penyebab kematian nomor dua du dunia, di mana faktor usia turut mempengaruhi.  Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan sekitar 700 ribu orang meninggal akibat kanker kolorektal setiap tahunnya.

Biasanya, risiko menderita kolorektal ini meningkat tajam setelah usia 50-55 tahun. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari kanker ini adalah dengan pola makan sehat.

Spesialis Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Fiastuti Witjaksono menyatakan, faktor pencegahan memegang peran penting dalam pengendalikan kanker kolorektal.  "Pencegahan akan lebih baik daripada mengobati," ungkapnya di Jakarta Rabu, (23/3/2011).

Menurutnya, salah satu pemicu utama terjadinya kanker kolorektal adalah kelebihan asupan makanan serta pola makan modern yang tinggi akan kadar lemak, garam, dan gula.

"Kolorektal erat kaitannya dengan makanan yang masuk dalam tubuh. Karena apa yang masuk akan melewati saluran pencernaan," jelasnya.

Setiap orang, jelas Fiastuti, memang memiliki kebutuhan yang berbeda. Namun pengaturan pola makan yang sehat perlu dilakukan untuk mencegah kanker yang mematikan ini.  Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari makanan berkolesterol tinggi seperti seafood (selain ikan), jerohan, dan kuning telur.

Selain pola makan tidak sehat, pemicu lainnya dari kanker kolorektal adalah minimnya asupan vitamin dan mineral yang diperlukan tubuh. "Salah satu penyebab timbulnya penyakit keganasan adalah karena rendahnya asupan vitamin dan mineral," lanjut Fiastuti.

Deteksi dini 
Dr. Paulus Simadibrata Sp PD  ahli gastrohepatologi menyatakan kebanyakan kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas (adenoma), di mana pada stadium awal berbentuk polip (kutil).

Polip dapat diangkat dengan mudah namun seringkali tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker.
"Pendeteksian secara dini adalah salah satu cara pencegahan yang baik," ujar Dr. Paulus.

Perlu diketahui, kolorektal dapat menyebar keluar dari jaringan usus besar ke bagian tubuh lainnya dan dapat terjadi pada semua bagian usus besar.

Sejumlah faktor yang dapat memicu risiko kanker kolorektal, di antaranya adalah berat badan berlebih, konsumsi alkohol, konsumsi garam, kekurangan asam folat. Kanker ini juga dapat menyerang siapa saja tanpa terkecuali. Komposisi jumlah penderita pada pria dan wanita sama banyaknya.

Senin, 23 Desember 2013

Kenali Sariawan Gejala Kanker Mulut

Tahun 2012 ditutup dengan selipan cerita duka meninggalnya artis FTV, Cecilia Vickend.  Dara 26 tahun itu diserang kanker rongga mulut, dengan gejala awal sariawan yang tak kunjung sembuh. Bukan tak mungkin penyakit ini menyerang kita juga.

Menurut Kartika Dwiyani, dokter spesialis THT (SpTHT), pasien kanker rongga mulut bisa tidak menyadari kondisi yang dialami. “Pasien tidak mengeluh adanya nyeri,” ujarnya.

Padahal, lanjutnya, ada beberapa tanda yang sebenarnya menunjukkan bahwa seseorang sedang terserang kanker rongga mulut. Pada awalnya tentu ada lesi (merujuk pada keadaan jaringan yang abnormal pada tubuh) pre-kanker. Misalnya, muncul  bercak putih di rongga mulut (leukoplakia), bercak merah di rongga mulut (eritroplakia) dan luka bergaung (ulkus) atau yang biasa dikenali orang awam sebagai sariawan. 

Sariawannya memiliki ciri: bagian tepinya keras saat diraba, bentuknya lebih tinggi dari bagian mulus sekitarnya, bagian dasarnya berbintil-bintil dan mengelupas, serta kadang-kadang mudah berdarah.

“Karena tidak mengalami nyeri, sering kali pasien datang ke dokter pada stadium kanker yang sudah lanjut,” ujar dokter lulusan Universitas Indonesia ini.

Karena itu, dia menyarankan jika mengalami tanda-tanda tersebut, sebaiknya pasien segera konsultasi ke dokter spesialis terkait. Bukan dokter umum. Sebab, kalau sekadar sariawan, sebenarnya bisa sembuh dalam kurun waktu 7-10 hari. Atau, bisa dengan pemberian obat, misalnya anti-peradangan. 

Dokter ini juga menjelaskan, ada dua penyebab datangnya kanker rongga mulut: faktor lokal, luar, serta pasien sendiri.

Faktor lokal itu meliputi kebersihan mulut. Ini berkaitan dengan frekuensi menyikat gigi dan perawatan gigi berlubang. Peradangan kronis dapat terjadi pada pasien dengan kebersihan mulut yang buruk. 

“Peradangan kronis yang terjadi di rongga mulut merupakan faktor risiko berkembangnya kanker rongga mulut,” tegasnya.

Untuk faktor luar, kata Kartika, faktor utamanya adalah kebiasaan merokok dan minum alkohol. Penelitian di Spanyol pada 2004, kutipnya, menyatakan bahwa perokok dan peminum alkohol memiliki risiko 50 kali lipat lebih tinggi untuk terjadinya kanker rongga mulut dibandingkan individu bukan perokok dan peminum alkohol.  

Mengapa bisa terjadi? Anggota Perhimpunan Ahli Ilmu Penyakit THT Indonesia ini menegaskan, tembakau yang terdapat dalam rokok mengandung sekitar 50 zat karsinogenik (zat yang merupakan penyebab kanker karena kemampuannya merusak metabolisme sel). Sedangkan alkohol berperan sebagai larutan yang dapat meningkatkan paparan mukosa terhadap zat karsinogenik. Ini menyebabkan masuknya zat penyebab kanker ke dalam mukosa rongga mulut.

“Zat dalam alkohol juga dapat menggangu metabolisme sel dalam tubuh, misalnya sel rongga mulut,” katanya. Bahkan, paparan sinar ultraviolet yang berlebihan juga dapat menyebabkan kerusakan sel, sehingga memicu kanker. 
Selain itu paparan sinar ultraviolet, faktor nutrisi juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker rongga mulut. Paparan sinar ultra violet berlebihan dapat menyebabkan kerusakan sel yang memicu terjadinya kanker.

Dari faktor luar ada juga yang disebut dengan infkesi HPV (human papilloma virus). Infeksi ini tidak bergejala dan dapat ditularkan melalui hubungan seksual atau melalui jalan lahir ibu terhadap bayinya. 

Individu yang terinfeksi HPV juga dapat sembuh sendiri tanpa menimbulkan gejala apapun. Human papilloma virus dapat menghasilkan protein yang dapat menggangu metabolisme sel normal, sehingga memicu terjadinya kanker. 

“Kanker rongga mulut yang berhubungan dengan infeksi HPV biasanya terjadi pada usia muda,” ungkap Kartika.

Sedangkan faktor dari dalam diri pasien yang menjadi risiko terjadinya kanker rongga mulut adalah faktor genetik atau keturunan. Dari segi usia, terjadinya kanker rongga mulut biasanya pada pasien berusia lebih dari 55 tahun.
“Namun ini dapat berubah, seiring bertambah banyaknya infeksi HPV tadi,” katanya.  

Lalu, bagaimana mengatasi ancaman ini?

Kartika memastikan bahwa tidak semua kasus kanker rongga mulut bisa dihindari. “Tapi kita bisa mengurangi faktor risiko penyebabnya,” ujarnya.

Salah satu caranya adalah menghindari konsumsi rokok dan alkohol. Kemudian, mengonsumsi makanan yang sehat, serta mengurangi paparan langsung terhadap sinar ultraviolet yang merupakan faktor risiko penyebab kanker.

Senin, 09 Desember 2013

Periksa Kotoran Cegah Kanker Kolorektal

Jangan anggap sepele munculnya bercak darah dalam feses saat buang air besar, demikian juga dengan perubahan pola konsistensi tinja dari keras menjadi encer yang diikuti dengan rasa sakit di perut. Boleh jadi ini merupakan gejala dari kanker kolorektal. 

"Normalnya tidak boleh ada darah dalam tinja. Begitu ditemukan ada darah, kita harus waspada. Ingatkan dokter untuk melakukan pemeriksaan," papar Dr.dr.Aru W Sudono, Sp.PD, KHOM, pakar kanker dari FKUI/RSCM Jakarta. 

Meski sebagian besar pemeriksaan menunjukkan darah dalam tinja merupakan tanda hemoroid (wasir), namun tidak ada salahnya melakukan pemeriksaan colok dubur. "Lebih baik waspada tapi terhindar dari kemoterapi yang mahal dan menguras fisik dan psikis," kata dr.Aru.

Gejala kanker kolorektal antara lain perubahan kebiasaan pada buang air besar (BAB), yang meliputi frekuensi dan konsistensi tanpa sebab yang jelas dan berlangsung lebih dari enam minggu, terdapat darah dalam tinja, nyeri perut di bagian belakang, penurunan berat badan, dan rasa penuh meski sudah BAB.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit kanker ini adalah pemeriksaan klinis (riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik), pemeriksan rektal dengan jari, serta pemeriksan laboratorium (memeriksa tinja) dan kolonoskopi.

Pemeriksaan kolonoskopi dilakukan dengan memasukkan pipa lentur yang dilengkapi kamera dan jarum biopsi ke dalam rektum untuk melihat selaput lendir usus besar. "Bagian yang mencurigakan, misalnya polip, akan diambil dan dibiopsi," papar dr.Aru. Pengambilan polip akan mencegah kanker berkembang.

Menurut pengakuan dr.Aru, ia sendiri pernah melakukan pemeriksaan kolonoskopi dan ditemukan adanya polip. "Waktu itu diketahui kalau polip itu sudah tahap pra-kanker. Bila tidak ditemukan, mungkin dalam dua atau tiga tahun sudah berkembang jadi kanker," ujarnya.

Kanker kolon merupakan penyakit yang perjalanannya lambat, karena itu masyarakat dianjurkan untuk melakukan deteksi dini, khususnya pada kelompok risiko tinggi, misalnya berusia lebih dari 50 tahun dan memiliki riwayat keluarga menderita kanker. "Di usia 50-an, biasanya mulai muncul tanda-tanda kanker," jelas dr.Aru.

Bila kanker ditemukan dalam stadium satu, dalam lima tahun risiko pasien untuk bertahan hidup mencapai 90 persen. Sedangkan pada stadium lanjut (stadium 4), kemungkinan untuk hidup tinggal lima persen. "Kebanyakan pasien di Indonesia baru datang saat stadium tiga yang angka survivalnya sekitar 30-60 persen," katanya.

Senin, 25 November 2013

Waspada, Makanan Manis Bisa Picu Kanker Usus

Menyantap hidangan berbuka dengan makanan yang manis memang dianjurkan untuk mengganti gula darah yang hilang selama seharian berpuasa. Namun, mengonsumsinya pun harus dibatasi dan tidak berlebihan.
Baru-baru ini sebuah penelitian dari Edinburgh & Aberdeen University menemukan bahwa terlalu banyak mengonsumsi makanan manis dapat meningkatkan risiko kanker usus.
Kanker usus merupakan penyakit yang lebih berbahaya dibandingkan kanker paru-paru, karena sudah banyak menelan korban jiwa di seluruh dunia.
Untuk mengetahui hubungan antara makanan manis dan risiko kanker usus, peneliti memberikan kuesioner kepada 2.000 penderita kanker usus untuk mengetahui pola makan mereka sebelum didiagnosa menderita penyakit mematikan ini.
Dari pengamatan tersebut diperoleh data bahwa pasien yang sering mengonsumsi makanan ringan bergula tinggi seperti kue, biskuit, permen dan keripik, 18 persen lebih mungkin mengalami kanker usus ketimbang mereka yang lebih sedikit mengonsumsi jenis makanan tersebut.
Tidak hanya makanan, kebiasaan mengonsumsi minuman bersoda juga meningkatkan risiko kanker usus sebesar 12 persen. Risiko akan meningkat jika orang yang bersangkutan malas melakukan aktivitas fisik (berolahraga).
Seperti dikutip Dailymail, Dr Evropi Theodoratou dari Edinburgh University’s School of Molecular, Genetic and Population Health Sciences mengatakan, “Hal ini penting untuk dilanjutkan terutama karena orang-orang di negara maju banyak mengonsumsi makanan ini.”
Penelitian ini telah dipublikasikan dalam European Journal of Cancer Prevention.

Senin, 11 November 2013

Kanker Kolorektal Dapat Disembuhkan

Semakin dini kanker terdeteksi, semakin besar angka harapan hidup pasien. Bahkan, pasien kanker kolorektal dapat disembuhkan. Namun, di Indonesia, umumnya kasus kanker usus dan anus diketahui pada stadium lanjut sehingga tingkat harapan hidupnya kecil.

Hal itu dikemukakan oleh dokter ahli kanker Noorwati dari Rumah Sakit Kanker Dharmais dan Aru Sudoyo dari FKUI/ RSCM yang dihubungi secara terpisah terkait acara penyerahan bantuan dari Hotel Four Season Jakarta kepada Yayasan Kanker Indonesia (YKI) untuk program Jakarta Run Against Cancer Everyone, di Jakarta, Rabu (7/3). Penyerahan bantuan itu terkait dengan peringatan bulan kesadaran kanker kolorektal.

Donasi sebesar Rp 500 juta itu, kata Ketua Umum YKI Nila Moeloek, akan dialokasikan untuk serangkaian kegiatan edukasi, deteksi dini, dan pemberian bantuan langsung kepada pasien kanker yang tidak mampu. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pap smear gratis sebagai deteksi dini kanker leher rahim.

Nila menyatakan, masyarakat Indonesia masih banyak yang memiliki pemahaman keliru, yaitu kanker adalah penyakit yang mematikan dan menakutkan. ”Sesungguhnya penderita kanker dapat bertahan hidup lama bila kanker terdeteksi dini dan segera diobati,” kata Nila.

Kanker kolorektal

Menurut Aru, selama ini pemeriksaan konvensional, seperti colok dubur dan tes darah samar, dapat mendeteksi kanker kolorektal. Namun, hal itu hanya bisa mendeteksi kanker pada stadium lanjut.

Hal senada dikemukakan oleh Noorwati. Menurut dia, colok dubur tidak bisa menjangkau bagian dalam usus. Oleh karena itu, di AS dikembangkan pemeriksaan menggunakan teropong.

Noorwati menekankan, kanker kolorektal perlu dideteksi secara dini. Bila telah stadium lanjut, penanganannya sulit. ”Bila diameter benjolan atau polip dalam usus besar sudah mencapai 1 cm, di dalamnya terdapat miliaran sel kanker,” katanya.

Polip biasanya tidak terdeteksi dalam waktu lama. Dalam kondisi tertentu, sel bisa berubah ganas, menjadi kanker dan menyebar ke bagian tubuh lain.

Aru menambahkan, kini diperkenalkan teknik pemeriksaan DNA yang dapat mendeteksi dini kanker kolorektal. Layanan ini telah ada di Indonesia.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker kolorektal merupakan kasus terbanyak ketiga yang menimbulkan kematian melebihi angka kematian akibat kanker payudara.

Padahal, 50 persen angka kematian kanker kolorektal dapat dicegah. Di Indonesia, 30 persen dari jumlah kanker usus terjadi dalam usia produktif. Sebagian besar (60 persen) dialami oleh pasien pria. 

Senin, 28 Oktober 2013

8 Makanan Anti Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal atau usus besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu). Para ahli menerangkan bahwa dengan membuat perubahan gaya hidup dapat mencegah sekitar 70 persen berkembangnya kanker usus besar.

Untuk melindungi diri Anda dari ancaman kanker tersebut, sudah saatnya Anda membuat rencana dan program diet yang tepat, khususnya dengan mengonsumsi beberapa makanan berikut, yang dipercaya menjadi musuh utama kanker kolon :

1. Kacang, lentil, kacang polong dan makanan lain tinggi kadar folat


Perbanyak makanan seperti yang telah disebutkan di atas jika salah satu anggota keluarga Anda mengidap kanker kolorektal. Selain kaya dengan serat, makanan tersebut juga tinggi kandungan folat, vitamin B yang melindungi sel DNA dari kerusakan. Menurut sebuah studi dari Harvard Universitymelibatkan hampir 89.000 wanita diketahui bahwa mereka - yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker kolorektal - yang mengonsumsi lebih dari 400 mcg (mikrogram) folat setiap hari, berisiko  52 persen lebih rendah mengidap kanker kolorektal ketimbang wanita yang mengkonsumsi hanya 200 mcg folat sehari . Anda bisa mendapatkan sekitar 100 sampai 150 mcg hanya dengan makan secangkir buncis atau bayam matang. Satu buah jeruk berukuran sedang juga mengandung sekitar 50 mcg.

2. Susu


Susu memiliki peran sangat vital dalam membangun pertumbuhan tulang yang kuat. Tapi tidak banyak yang tahu bahwa susu juga dapat membantu melindungi Anda dari kanker usus besar. Riset yang melibatkan lebih dari setengah juta orang menunjukkan bahwa minum setidaknya secangkir susu setiap hari dapat menurunkan risiko kanker usus besar dan rektum sekitar 15 persen. Sementara, mereka yang minum lebih dua gelas sehari, risikonya menurun 12 persen.

Sebuah rekomendasi menganjurkan, seseorang harus memenuhi setidaknya 250 mililiter susu sehari. Mengingat lemak jenuh terkait dengan pertumbuhan tumor, maka akan lebih baik jika Anda memilih susu rendah lemak atau susu skim.

3. Sayuran dari keluarga Cruciferous 


Jenis sayuran yang dimaksud antara lain brokoli, kubis, kembang kol, lobak. Sayuran kelompok ini merupakan pelawan kanker paling kuat karena mengandung berbagai senyawa yang mampu mengusir kanker, yang merusak sel DNA. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa orang yang makan sayuran 50 persen memiliki risiko lebih rendah mengidap kanker usus besar ketimbang mereka yang makan dalam jumlah sedikit. Anda harus memenuhi setidaknya empat setengah cangkir (125 mililiter) porsi setiap minggu.

4. Gandum, buah-buahan dan sayuran tinggi serat


Meski tidak ada penelitian yang secara pasti dapat membuktikan manfaat serat untuk mencegah kanker kolon, tetapi para ahli masih mendorong agar seseorang makan lebih dari 15 gram serat setiap harinya. Mengapa? Karena serat dapat dengan cepat membantu makanan melewati sistem pencernaan, sehingga bila ada makanan yang bersifat karsinogen, makanan itu tidak berlama-lama tinggal di saluran pencernaan.

Sebuah riset berskala besar European Prospective Investigation of Cancer and Nutrition (EPIC) menunjukkan bahwa orang yang makan banyak serat, 40 persen lebih kecil kemungkinan mengembangkan kanker usus besar.

5. Kunyit
Kunyit adalah jenis rempah-rempah yang cukup banyak dikenal dan sering digunakan sebagai bumbu masakan. Warna kuning alami dalam kunyit yang disebut curcumin, dipercaya sebagai agen anti kanker dan memiliki efek anti-inflamasi (meredam peradangan yang yang dianggap berkontribusi untuk pertumbuhan tumor). Curcumin juga dapat membantu membersihkan karsinogen dalam tubuh sebelum merusak sel DNA dan membantu memperbaiki kerusakan sudah terjadi.

Penelitian di laboratorium menunjukkan rempah-rempah ini juga membantu menghentikan pertumbuhan dan penyebaran sel kanker. Tidak ada rekomendasi yang dianjurkan, namun Anda hanya perlu untuk menggunakannya lebih sering dalam campuran masakan Anda.

6. Ikan dan ayam
Berbagai riset menunjukkan bukti hubungan antara konsumsi daging merah dan risiko kanker usus besar. Tapi Anda tidak perlu takut untuk mengonsumsi daging, karena daging ayam dan ikan bisa menjadi pilhan alternatif.

Hasil dari penelitian dari EPIC menunjukkan bahwa makan sedikitnya 300 g ikan (dua atau tiga porsi) seminggu dapat menurunkan risiko kanker usus sebesar 30 persen. Temuan ini tidak begitu mengejutkan. Jika Anda memilih ikan berlemak seperti salmon atau makarel, secara langsung Anda akan mendapatkan asam lemak omega-3 lebih banyak yang membantu mengurangi peradangan pada usus.

Jika Anda tidak terlalu suka makan ikan, coba ayam. Studi menunjukkan bahwa konsumsi daging ayam tidak seperti daging merah, karena tidak secara aktif memicu kanker usus besar. Ingat, sebagian besar lemak ayam terdapat di kulit, sehingga sangat disarankan untuk membuang kulit ayam sebelum dimasak.

7. Bawang putih dan bawang merah
Bawang putih mungkin tidak dapat melindungi Anda dari vampir, tetapi bisa membantu mengusir kanker usus besar. Baik bawang putih dan bawang merah mengandung sulfida, yang membantu untuk membersihkan zat karsinogen dan sel kanker. Riset menunjukkan, wanita yang mengkonsumsi 1-2 siung bawang putih per minggu memiliki risiko 32 persen lebih rendah terkena kanker usus besar ketimbang wanita yang jarang makan bawang putih.

Dan menurut sebuah studi yang meneliti konsumsi buah dan sayur di antara lebih dari 650 orang di Australia Selatan menunjukkan bahwa peserta yang sering makan bawang risiko mengidap kanker kolon berkurang menjadi 52 persen. Makan beberapa siung bawang putih dan sekitar setengah cangkir (125 mL) bawang setidaknya beberapa kali seminggu dapat membantu menurunkan risiko kanker Anda.

8. Teh hitam dan teh hijau
Penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa senyawa dalam teh membantu menonaktifkan agen penyebab kanker. Bahkan senyawa tersebut juga mampu menghalangi pertumbuhan sel kanker. Di antara lebih dari 35.000 perempuan yang terlibat dalam Lowa Women Health Study menunjukkan, mereka yang minum dua cangkir atau lebih teh setiap hari hampir 30 persen lebih rendah terserang kanker usus ketimbang mereka yang jarang minum teh.

Dan sementara mereka terutama minum teh hitam, itu perlu dicatat bahwa teh hijau mengandung lebih dari senyawa antioksidan yang disebut catechin, yang muncul untuk bekerja keajaiban.

Senin, 14 Oktober 2013

Kiat Cegah Kanker Usus

Selain diagnosis dini, salah satu pendekatan terbaik dalam memerangi kanker adalah dengan pencegahan. Pada kasus kanker kolorektal (usus besar), bukti menunjukkan sebagian besar disebabkan karena faktor pola makan.
Berapa pun usia Anda, tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan sesuatu yang bisa mencegah terjadinya kanker. Berikut beberapa faktor penyebab kanker kolorektal yang masih bisa kita kendalikan:
1. Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, ototoksi, serta gelombang elektro magnetic
2. Pola makan yang buruk, misalnya terlalu banyak mengonsumsi daging merah dan lemak namun tidak diimbangi dengar buah dan sayuran segar yang mengandung serat.
3. Lemak jenuh. Mereka yang hobi mengonsumsi pola makan dengan lemak tinggi beresiko lebih besar terkena kanker usus. Setiap hari tubuh hanya memerlukan 30 % kalori yang berasal dari lemak.
4. Minuman beralkohol. Usus dapat mengubah alkohol menjadi asetilaldehida yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon
5. Obesitas. Penelitian menunjukkan, kegemukan (obesitas) merupakan faktor risiko untuk kanker prostat, kolon, rektum, dan kanker payudara.
6. Bekerja sambil duduk seharian
7. Kurangnya aktifitas fisik seperti berolahraga.
Bagaimana dengan merokok? dr.Aru W Sudoyo, Sp.PD, staf pengajar pada Departemen Penyakit Dalam FK UI, mengatakan tidak ada hubungan langsung antara merokok dengan kanker usus besar. Namun demikian, perokok memiliki risiko berkisar 1,5 hingga 3 kali lebih besar untuk terkena kanker usus besar.

Senin, 30 September 2013

Susah BAB, Awas Kanker Usus!

BILA Anda sering susah buang air besar, sering sakit perut atau sembelit sebaiknya waspada. Bisa jadi  gangguan yang Anda alami merupakan salah satu bentuk gejala kanker usus besar atau kanker kolorektal.

Seperti diungkap Dr Adil Pasaribu, Sp.B.KBD, dokter spesialis bedah kanker dari RS Dharmais Jakarta, sebagian orang saat ini mengabaikan gejala sakit perut, susah buang besar dan perubahan siklus buang air besar.  Padahal, gejala-gejala itu merupakan bagian dari pertanda adanya penyakit kanker kolorektal.

¨Kebanyakan masyarakat tidak menyadari bahwa kanker dapat dipicu oleh gejala-gejala yang dianggap remeh seperti cara diet yang salah yang menyebabkan kebiasaan buang air besar dan sembelit, ungkap Dr. Adil di Jakarta, Kamis (28/2).

Menurut Aidil, perubahan siklus buang air besar memang merupakan gejala yang patut diwaspadai dalam mengantisipasi kanker kolorektal. Perubahan yang tidak wajar atau siklusnya melebihi waktu transit harus dicurigai sebagai gejala.

¨Normalnya, waktu transit yang dibutuhkan makanan dari sejak  masuk hingga dikeluarkan lagi  melalui anus tidak melebihi 48 hingga 72 jam.  Jika waktunya melebihi angka tersebut, sebaiknya harus berhati-hati.

Selain perubahan siklus buang air besr, tanda lainnya yang bisa dideteksi sebagai gejala kanker usus besar adalah ditemukannya darah pada kotoran saat buang air besar. Tanda lainnya adalah penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, rasa sakit di perut atau bagian belakang, perut masih terasa penuh meskipun sudah buang air besar dan tidak ada rasa puas dan kadang-kadang dapat diraba adanya massa atau tonjolan pada perut.
Prevalensi meningkat
Kanker kolorektal sendiri merupakan salah satu jenis kanker yang jumlah kasus atau tingkat prevalensinya cukup tinggi. Di Indonesia sejauh ini memang belum ada data akurat mengenai jumlah kasus secara rinci. "Tetapi di seluruh dunia, berdasarkan laporan terakhir, kanker kolorektal menempati urutan kedua dari daftar peenyakit kanker yang paling banyak diderita," ujarnya.

Meski belum ada data akurat, kata Adil, kasus kanker kolorektal di Indonesia cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berubahnya gaya hidup masyarakat. Indikasi peningkatan itu misalnya dapat tercermin dari sebuah riset seorang  peneliti di Semarang yang menemuan adanya kenaikan angka kejadian dari tahun 1970 hingga 1980.

"Kalau sebelumnya angka kejadian per 1000 itu rata-rata pada perempuan 2,4 dan pada pria 2,2, ternyata kemudian ada peningkatan menjadi 3,1 hingga 3,2.  Jika di tanah air ada peningkatan kasus, sebaliknya di negara maju angka kejadian kanker kolorektal justru menurun,"  terang Adil.

Di rumah sakit kanker Dharmais Jakarta sendiri, lanjut Adil, kanker kolorektal masuk dalam empat besar dari 10 jenis kanker yang paling banyak dialami para pasien.  Kanker kolorektal banyak menyerang di usia 55-64 tahun. Namun saat ini cukup banyak juga usia 35-44 tahun yang telah menderita kanker usus besar dan rektum. Rata-rata mereka yang berobat menjadi sulit diobati karena sudah dalam stadium lanjut. 

"Oleh sebab itulah, penting artinya untuk mengetahui gejalanya dari awal dan menjaga kesehatan termasuk menghindari gaya hidup yang dapat memicu risiko terjadinya kanker ini seperti pola makan tak sehat, stres, merokok dan alkohol," jelasnya.

Senin, 23 September 2013

Cegah kanker pankreas dengan diet sehat!

Sebuah penelitian terhadap lebih dari 500.000 warga Amerika mengungkap bahwa menjalani diet sehat dan mengonsumsi makanan sehat bisa menurunkan risiko kanker pankreas hingga 15 persen. Beberapa ketentuannya antara lain mengurangi lemak jenuh, kolesterol, gula, garam, dan alkohol.
"Menjaga makanan yang dikonsumsi dengan diet sehat memberikan banyak manfaat kesehatan. Penelitian kami menunjukkan bahwa orang yang menjalani diet sehat memiliki risiko kanker pankreas yang lebih rendah," ungkap ketua peneliti Hannah Arem dari US National Cancer Institute.
Hasil ini didapatkan peneliti setelah melakukan pengamatan terhadap lebih dari 500.000 orang berusia 50 - 71 tahun yang terdaftar dalam US National Institutes of Health, seperti dilansir oleh US News (15/08).
Meski begitu Arem mengakui bahwa penelitian ini masih terbatas sehingga tak bisa membuktikan adanya katan sebab akibat. Tak hanya itu, Arem juga mengakui bahwa waktu lain selain diet sehat dan konsumsi makanan sehat juga berpengaruh terhadap risiko kanker pankreas.
Selain diet sehat, beberapa hal seperti tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, vitamin, dan lainnya juga bisa mempengaruhi risiko kanker pankreas. Hasil penelitian ini disetujui oleh peneliti lain. Bahkan Marji McCullough menjelaskan bahwa menjalani diet sehat tak hanya menurunkan risiko penyakit fatal seperti kanker, tetapi juga penyakit lainnya.

Senin, 16 September 2013

Diet Sehat Pasien Kanker

Kanker adalah kondisi pertumbuhan sel-sel tubuh yang tidak terkendali.
Bagi penderitanya baik yang masih menjalani terapi atau sudah sembuh, perlu mewaspadai sel-sel kanker ini agar tidak bertambah banyak atau tumbuh lagi. Ketua umum Asosiasi Dietisian Indonesia Martalena Purba menjelaskan bahwa secara periodik dokter akan mengecek nasih sel-sel kanker. "Untuk mengurangi dan menghindari agar tidak muncul kembali, maka ada makanan yang perlu dihindari," ujar Martalena.

Makanan haram bagi penderita kanker adalah yang bersifat karsinogetis atau memicu pertumbuhan sel kanker. Ahli Gizi Rumah dari Rumah Sakit dr Sardjito Yogyakarta ini menjelaskan bahwa karsinogenetis ditemukan pada bahan pangan hewani berlemak yang dibakar. "Itu kalau di sate yang sampai menyala lemaknya ketika dibakar," ujar Lena, sapaan Martalena. Karsinogetis juga dijumpai pada makanan awetan dan yang digoreng dengan minyak yang dipakai berulang.

Lemak hewani dan bahan tambahan pangan untuk menambah masa simpan adalah sejoli yang jahat bagi pasien kanker. Dua karib ini bisa dijumpai dalam sosis, salami, atau kornet yang berasal dari daging dengan tambahan sodium nitram. "Satu yang sering terlupa adalah aflatoxin, racun yang ditemui dalam kulit kacang tanah, sereal berjamur dan kacang-kacangan berjamur," ujar Fahma Sunarja, Senior Dietisien dari Parkway Cancer Center Singapura yang dihubungi lewat surat elektronik. 

Menghindari racun-racun tersebut, Fahma menyarankan untuk memilih bahan yang segar, cuci dalam air mengalir supaya pestisida hilang dan masak dengan berbagai metode. Bisa dengan menumis, menggoreng, mengukur, memanggang, dan merebus. Untuk menunya, tiap pasien punya pola yang berbeda. "Yang penting dalam satu porsi, gizinya seimbang," kata pemegang gelar Master Dietisien dari Universitas Otago, Selandia Baru.

Kondisi yang perlu dicermati adalah mereka yang baru saja menjalani radioterapi dan kemoterapi. "Beberapa pasien biasanya mengalami mulut kering, sariawan dan pengubahan rasa, sehingga selera makannya jadi menguap" ujar Fahma. Penulis buku "Awakening the Appetite" menuturkan bahwa pasien yang baru saja terapi tersebut sebaiknya mengkonsumsi makanan yang lembut dan dingin.

"Sebab indera pencecap mereka lebih bisa menerima," Lena menambahkan. Makanan yang panas, akan membuat perut pasien rasanya tidak nyaman. "Kalau kata orang Jawa, tebah," ujar dia. Pasien-pasien yang dalam tahap penyembuhan, perlu asupan tinggi protein, baik nabati dan hewani. Sebab, Lena melanjutkan, dalam tubuh mereka banyak mengandung oksidan dari obat dan terapi radiasi.

Sehingga diperlukan antioksidan dari makanan alami. Paling gampang adalah dari sayuran dan buah yang berwarna. Lena mencontohkan wortel, bayam, kangkung, tomat dan aneka buah-buahan bagus sebagai penangkap anti oksidan. Sayur dan buah yang kaya serat tersebut juga baik untuk mengikat sisa metabolisme tubuh. Kalau kurang serat, maka sisa metabolisme akan "ngendon" dan bisa jadi racun ke tubuh sendiri.

Diet memang lebih mudah diterapkan bagi pasien yang tinggal di rumah. Kalau harus bepergian, Fahma mengingatkan untuk memperhatikan kebersihan pangan dan keamanan pangan dalam asupan mereka. "Cari makanan yang memang berbahan segar," ujar dia. Jadi pengubahan zat gizi masih dalam toleransi. Ketika makan di luar, usahakan tidak membeli makanan yang dihangatkan berulang seperti nasi padang atau nasi rames. 

Menjaga pola makan bagi pasien kanker, diakui Fahma memang tidak bisa menyembuhkan. Tapi setidaknya dengan kecukupan gizi dan keamanan pangan, tubuh memiliki kekuatan untuk melawan kanker. Sekaligus bisa kuat ketika menjalani proses kemoterapi yang tak hanya membunuh sel kanker tapi juga sel sehat.

Senin, 09 September 2013

Cegah Kanker dengan Makanan Antipenuaan Ini

Antioksidan memang naik daun sebagai zat ajaib yang mampu mencegah berbagai penyakit mematikan seperti jantung dan kanker. Meski banyak suplemen yang mengandung antioksidan, sebenarnya kita bisa mendapatkannya dari makanan sehari-hari.

Banyak makanan sehari-hari yang kaya akan vitamin dan komponen antikanker. Dikonsumsi sendiri atau sebagai pendamping, makanan dan minuman ini berefek positif bagi kesehatan bila dikonsumsi secara rutin dalam jumlah cukup.

1. Cokelat hitam

Biji cokelat kaya antioksidan, terutama cokelat hitam dibanding dengan cokelat lain. "Biji cokelat yang segar dari pohon sangat kaya flavonol," tulis laporan sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Cosmetic Dermatology pada 2009.

Kandungan flavanol sebagai antikanker dalam cokelat hampir sama dengan teh hijau. Namun, kandungan ini berkurang selama proses produksi cokelat dalam pabrik.

2. Buah berry

Buah berry yang berwarna gelap atau biru, misalnya bluberry atau blackberry, memiliki antioksidan yang tinggi. Kandungan ini mencegah penurunan kemampuan mental pada wanita yang mulai lanjut usia.

"Semakin banyak mengkonsumsi berry akan membantu memelihara ingatan saat bertambah tua," kata peneliti dari  Brigham dan Women's Hospital and Harvard Medical School, Elizabeth Devore.

3. Teh hijau

Teh hijau kaya polifenol yang merupakan salah satu bentuk antioksidan dan memberikan rasa pahit pada teh. Antioksidan pada teh kemungkinan lebih tinggi dibanding pada vitamin C.

Untuk menjaga kandungan antioksidan dalam teh hijau, sebaiknya teh diminum secara tradisional, yakni diseduh tanpa tambahan gula. Konsumsi teh hijau secara rutin diketahui bisa mencegah berbagai jenis kanker.

4. Ikan

Salmon, tuna, dan sardin kaya akan asam lemak omega 3 yang mencegah timbulnya penyakit jantung dan melawan inflamasi. Menurut American Heart Association (AHA), protein dalam ikan lebih baik dibandingkan dengan daging karena tidak mengandung lemak jenuh.

Omega 3 dalam ikan juga mencegah aritmia, yaitu ketidakteraturan irama jantung yang berisiko buruk bagi kesehatan. Para ahli merekomendasikan konsumsi ikan dua kali dalam seminggu. 

5. Buah anggur dan red wine

Minum red wine dalam jumlah yang cukup berefek positif pada jantung dan kesehatan. Anggur merah mengandung antioksidan dan antipenuaan yang disebut resveratrol. Kandungan ini juga ditemukan dalan buah dan jus anggur.

Red wine memiliki kandungan resveratrol lebih tinggi dibanding white wine. Hal ini dikarenakan red wine menyertakan kulit anggur yang memang banyak terdapat resveratrol. Peneliti dari Harvard mengatakan resveratrol juga memperlambat proses penuaan.

6. Sayur

Hampir seluruh sayuran baik untuk kesehatan, entah itu dimakan mentah maupun matang. Sayur mengandung antioksidan dan melindungi tubuh dari paparan sinar ultraviolet. Sayur juga tinggi vitamin A, K, C, dan E.

7. Minyak zaitun

Seperti teh hijau, minyak zaitun mengandung polifenol yang memperbaiki fungsi memori dan kognitif serta pencernaan. Rutin mengoleskan minyak zaitun ke kulit juga akan memperbaiki kondisi kulit. 

8. Yogurt

Yogurt mengandung bakteri baik yang disebut probiotik yang secara alami sebenarnya ditemukan dalam sistem perncernaan. Yogurt juga kaya protein dan kalsium dan bisa ditambahkan dalam pola makan sehari-hari.

Jumat, 16 Agustus 2013

Paliatif, Agar Sisa Hidup Lebih Berharga

Kata kematian sering kali terdengar seram, sakit, dan tabu. Tapi bagi penderita penyakit yang sudah tak bisa disembuhkan, seperti kanker stadium 4 atau AIDS, kematian seolah sudah di depan mata. Namun kualitas hidup pasien semacam itu perlu ditingkatkan. 


"Asuhan paliatif berusaha meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa baik fisik, psikologis dan spiritual," ujar Program Manajer Yayasan Rumah Rachel, Nurhanita, dalam acara Sehati Bersama di kantor Novartis, Selasa, 16 Juli 2013. Yayasan Rumah Rachel adalah salah satu lembaga pegiat asuhan paliatif khususnya pada anak penderita kanker dan HIV+. 

Nurhanita menuturkan, asuhan paliatif memang awam bagi masyarakat Indonesia. Apalagi dengan kultur yang menganggap bicara kematian sebagai hal tabu. Padahal layanan paliatif justru mempersiapkan pasien dan keluarga menghabiskan masa terakhir hidupnya, sehingga bisa meninggal dengan tenang.

Asuhan paliatif masih menimbulkan banyak perbedaan persepsi antara keluarga pasien, tenaga kesehatan sendiri, dan pemerintah. Padahal Yayasan ini sudah bergerak hampir selama tujuh tahun belakangan. "Kesamaan pemahaman antara keluarga, pasien, dan layanan kesehatan penting untuk kenyamanan pasien," Nurhanita mengatakan. Pernah dijumpai, bahwa keluarga pasien sudah setuju mendapat layanan paliatif, tiba-tiba memutuskan kembali melakukan kemoterapi atau radioterapi. "Padahal pasiennya sudah menolak ke rumah sakit." 

Susi Susilawati, suster yang bersama Rumah Rachel sejak 2006 menjelaskan layanan paliatif multidisiplin. Mulai dari perawat, terapis, ahli gizi, psikolog, pekerja sosial, relawan hingga ahli agama. Perawatannya bermacam-macam. Ada penanganan gejala dan nyeri, perawatan luka, penanganan nutrisi, dukungan psikologi dan dukungan spiritual.

Untuk perawatan luka, pasien paliatif biasanya memiliki jenis luka spesifik. "Kalau luka, mereka lebih heboh, lebih nyeri, lebih banyak cairan dan sedikit kena infeksi aja bisa mematikan," ujar Susi dalam kesempatan yang sama. Selama merawat pasien, ia menemukan banyak yang memang sudah enggan dirawat di rumah sakit.

Ada satu kisah yang selalu dikenangnya, tentang pengaruh layanan ini bagi psikologis anak penderita HIV positif. Anak berusia 7 tahun yang kedua orang tuanya meninggal karena penyakit yang sama, ternyata mengalami kesakitan luar biasa. Tante sang bocah pun menghubungi Susi agar bisa segera menjenguk, sebab dia emoh ke rumah sakit.